BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian air susu ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan (usu.online, 2007). Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi karena ASI mengandung zat gizi yang paling sesuai kualitas dan kuantitasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sejak lahir, bayi seharusnya di beri ASI saja sampai usia 6 bulan yang di sebut sebagai ASI eksklusif. Selanjutnya pemberian ASI di teruskan hingga anak berusia 2 tahun, setelah berusia 6 bulan bayi baru boleh di berikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk dan jumlah yang sesuai dengan umur bayi (Dep.Kes, 2005).
Menyusui secara eksklusif mempunyai manfaat yang besar, tidak hanya memberikan keuntungan untuk bayi tetapi juga untuk ibu, ayah, keluarga dan juga negara. Menurut penelitian dr. Reva (1997) ditemukan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif, ketika berusia 9,5 tahun mempunyai tingkat IQ 12,9 point lebih tinggi dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif (Roesli, 2002).
Tahun 2003 di Indonesia dengan jumlah bayi 3.213.860 bayi yang sudah diberi ASI eksklusif adalah 1.339.298 orang bayi yaitu (41,67%). Berarti 1.874.562 bayi yaitu (58,33%) tidak diberi ASI eksklusif dengan berbagai alasan. Sedangkan di Lampung dengan jumlah 3.114 bayi, yang sudah diberi ASI eksklusif adalah 2.190 (70,33%) bayi dan 914 (29,67%) bayi tidak diberi ASI eksklusif (Dinkes Lampung, 2004).
ASI eksklusif memiliki manfaat yang sangat besar, maka sangat disayangkan bahwa pada kenyataan penggunaan ASI eksklusif belum seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena ibu sibuk bekerja dan hanya diberi cuti melahirkan selama 3 bulan, serta masih banyak ibu yang masih beranggapan salah sehingga ibu tidak menyusui bayinya secara eksklusif. Selain itu ibu takut menyusui karena akan merubah bentuk payudara ibu menjadi jelek dan ibu takut ditinggal suami, takut badan tetap gemuk. Serta masih adanya mitos atau anggapan bahwa bayi yang tidak diberi ASI tetap berhasil menjadi orang, sedangkan bayi yang diberi ASI bayinya akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja. Dan alasan lain ibu memberikan makanan pendamping ASI karena ibu merasa ASI nya tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayinya sehingga ibu memilih susu formula karena lebih praktis (Roesli, 2002)
Pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini dalam waktu jangka panjang akan mengakibatkan anak kurang gizi sehingga dapat mempengaruhi perkembangan otak (Balita Anda Indoglobal Online, 2007). Selain mengalami gangguan di atas, dapat timbul efek samping lain, yaitu berupa kenaikan berat badan yang terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas dan dapat mengalami alergi dari salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan pendamping tersebut sehingga dapat menimbulkan diare (Pudjiadi, 1990).
Diare pada bayi bisa mengakibatkan kematian dan masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan, angka penderita antara 150-430 per 1.000 penduduk setahunnya. Dengan berbagai upaya angka kematian bayi dan anak akibat diare dirumah sakit sekarang dapat ditekan menjadi kurang dari 3% (Gizinet.Online, 2007).
Dilihat dari jumlah ibu dan lamanya menyusui dibanyak bagian dunia telah menunjukkkan penurunan karena berbagai alasan sosial, ekonomi, budaya. Di Indonesia terutama dikota-kota besar dan sekarang sudah sampai kepedesaan (Soetjiningsih, 1997). Sedangkan target keberhasilan program ASI eksklusif yang diharapkan untuk tahun 2010 sebesar 80% (DepKes RI, 2005).
Tahun 2006 jumlah bayi di Kota Metro berjumlah 5.432 bayi sedangkan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif hanya berjumlah 1.308 bayi, atau hanya (24,07%) (Dinkes Metro,2006).
Berdasarkan hasil pra survey bulan Januari-Maret 2007 di Puskesmas Banjarsari, jumlah bayi yang usianya kurang dari 6 bulan yaitu 112 bayi, sedangkan bayi yang di beri ASI eksklusif hanya berjumlah 6 bayi atau hanya (5,35%) bayi usianya kurang dari 6 bulan yang diberikan PASI (pengganti ASI hanya berjumlah 4 bayi dan bayi yang telah diberikan makanan pendamping ASI berjumlah 102 bayi atau (96,20%) (Puskesmas Banjarsari, 2007). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI pada bayi kurang dari 6 bulan.