Posisi-posisi yang dipilih ibu dalam menghadapi persalinan kala I dan II sangatlah penting. Posisi persalinan, perubahan posisi dan pergerakan yang tepat akan membantu meningkatkan kenyamanan/ menurunkan rasa nyeri, meningkatkan kepuasan akan kebebasan untuk bergerak, dan meningkatkan kontrol diri ibu. Selain itu, posisi ibu juga dapat mempengaruhi posisi bayi dan kemajuan persalinan. Perubahan posisi secara adekuat akan dapat merubah ukuran dan bentuk pelvic outlet sehingga kepala bayi dapat bergerak pada posisi optimal di kala I, berotasi dan turun pada kala II. Bergerak dan posisi tegak (upright position) dapat mempengaruhi frekuensi, lama dan efisiensi kontraksi. Grafitasi membantu bayi bergerak turun lebih cepat. Perubahan posisi membantu meningkatkan asupan oksigen secara berkelanjutan pada janin, yang berbeda jika ibu berbaring horizontal karena dapat menyebabkan terjadinya hipotensi. Berbagai perubahan posisi bisa dilakukan ibu dengan atau tanpa bantuan pasangan/ keluarga atau perawat.
Berbagai studi ilmiah tentang pergerakan dan posisi persalinan pada kala I dilakukan yang membandingkan dampak berbagai posisi tegak (upright position) dengan posisi horizontal (supine) terhadap nyeri dan kemajuan persalinan. Berdasarkan review yang dilakukan oleh Simkin & Bolding (2004) terhadap 14 studi intervensi terkait, menunjukkan bahwa: 1) tidak ada ibu yang menyatakan bahwa posisi horizontal lebih meningkatkan kenyamanan dibandingkan posisi lainnya, 2) berdiri lebih meningkatkan kenyamanan dibandingkan berbaring atau duduk, 3) duduk lebih meningkatkan kenyamanan dibandingkan berbaring jika dilatasi serviks kurang dari 7 cm, 4) posisi tegak -duduk, berdiri atau berjalan- menurunkan nyeri dan meningkatkan kepuasan ibu, dan 5) posisi tegak tidak memperpanjang masa persalinan dan tidak menyebabkan cedera pada ibu yang sehat. Sedangkan Review sistematis terhadap sembilan studi intervensi tentang posisi ibu di kala I persalinan yang dilakukan oleh Souza et al (2006) menunjukkan bahwa mengadopsi posisi tegak atau ambulasi aman bagi ibu dan memberikan kepuasan karena adanya kebebasan untuk bergerak. Tetapi dikarenakan kurangnya bukti yang signifikan dan keterbatasan penelitian-penelitian yang ada, maka keuntungan poisisi tegak belum dapat direkomendasikan untuk memperpendek durasi persalinan dan meningkatkan kenyamanan ibu.
Berbagai studi intervensi juga dilakukan guna mengetahui efektifitas dan efisiensi berbagai posisi ibu pada Kala II. Hasil studi-studi tersebut menunjukkan bahwa posisi tegak (upright) selama kala II persalinan memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan posisi dorsal (supine), antara lain: menurunkan ketidaknyamanan/ nyeri persalinan dan kesulitan mengedan sehingga memperpendek kala II, menurunkan trauma perineum/ vagina dan infeksi pada luka persalinan, dan menurunkan jumlah bayi dengan Apgar score yang kurang dari 7. Walaupun demikian, terdapat satu studi yang menunjukkan bahwa posisi tegak (dengan atau tanpa kursi persalinan) dapat meningkatkan kejadian robekan labium dan meningkatkan perdarahan post partum. (Gupta & Nikdem, 2003; Francais, 1997).
Adapun berbagai perubahan posisi yang dapat dilakukan ibu, antara lain:
• Berbaring horizontal (supine): secara umum tidak nyaman. Posisi ini dapat mengakibatkan uterus menekan pembuluh darah vena cava, menurunkan aliran darah ke plasenta, dan menekan diafragma yang membuat ibu sulit untuk bernafas. Untuk meningkatkan kenyamanan dan dukungan, letakkan bantal dibawah lutut dan tekuk lutut sedikit, atau duduk semi fowler dengan kepala dan bahu terangkat dan tersanggah oleh setumpuk bantal.
• Berbaring miring (lateral): mencegah terjadinya penekanan pada perineum dan mencegah penekanan pada vena cava sehingga memaksimalkan aliran darah ke uterus dan janin. Pada saat melahirkan, pasangan dapat membantu menyangga kaki ibu yang mencegah penekanan terhadap kepala bayi.
• Pada tangan dan lutut: dapat mengurangi nyeri punggung dan memberikan kesempatan pada bayi dengan presentasi oksiput posterior untuk berputar serta membantu bayi yang mengalami distress karena posisi ini memaksimalkan aliran darah ke uterus dan plasenta. Posisi ini akan sulit dilakukan apabila ibu mendapat epidural anestesi.
• Posisi tegak (upright):
Duduk pada awal persalinan: membuat uterus maju kedepan, mencegah uterus menekan diafragma, dan memperbaiki aliran darah pada otot yang berkontraksi. Bisa menggunakan kursi persalinan atau kursi lainnya atau menggunakan bola.
Berdiri atau berjalan: membantu memperlebar pelvik outlet dan membiarkan grafitasi bekerja mendorong bayi menekan serviks. Gunakan diding atau pasangan sebagai penyanggah saat terjadi kontraksi.
Berjongkok (squatting): membuka pelvis lebih lebar sehingga bayi memiliki cukup ruang untuk bergerak turun ke jalan lahir. Saat berjongkok, rata-rata pelvik outlet menjadi 28% lebih besar dibandingkan dengan posisi berbaring. Dilakukan saat kepala bayi telah engaged. Dapat menggunakan squatting bar atau dua orang yang mendukung mempertahankan posisi ini. Sebaiknya tidak digunakan pada persalinan dengan presentasi oksiput posterior.
Berlutut saat kelahiran: mempertahankan posisi upright tanpa menegangkan punggung. Berlutut bisa dilakukan di atas bantal, pada tempat tidur atau pada dinding.
Salah satu tanggung jawab perawat yang penting pada kala I dan kala II persalinan adalah membantu ibu mendapatkan posisi yang aman dan meningkatkan kenyamanan bagi dirinya. Tidak ada posisi yang sempurna. Tidak ada yang benar atau salah, terbaik atau terburuk tentang posisi persalinan. Posisi yang paling tepat bergantung pada kenyamanan yang dirasakan ibu berdasarkan kejadian persalinan yang dialaminya. Sebagian besar wanita merasa nyaman berbaring miring selama persalinan, dan sebagian yang lain merasa lebih baik dengan berjalan, duduk atau berjongkok. Perawat berperan membantu ibu dalam memahami apa yang dibutuhkan oleh tubuhnya dan memutuskan posisi mana yang memberikan kenyamanan dan membantu memperlancar kemajuan persalinan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan perawat dalam membantu ibu mendapatkan posisi yang tepat, diantaranya posisi tegak akan sulit dilakukan jika ibu mendapatkan epidural anestesi. Perawat perlu mengingatkan ibu untuk bernafas secara teratur disetiap kontraksi dan fokuskan perhatian pada bayi yang akan dilahirkan. Perawat perlu memberikan perhatian bahwa pada ibu yang mengalami nyeri punggung akibat back labor (janin dengan presentasi oksiput posterior), perubahan posisi akan membantu meningkatkan rotasi janin dan menurunkan penekanan pada bagian presentasi pada area sacrum. Posisi apapun yang dipilih ibu, kuncinya adalah perubahan posisi.
DAFTAR PUSTAKA
Français. (1997). Care in normal birth: A practical guide, Report of a technical working group. Diambil pada tanggal 10 Maret 2007 dari http://www.who.int/reproductivehealth/publications/MSM_96_24/MSM_96_24_chapter4.en.html;
Gupta, J.K., & Nikdem, V.C. (2003). Position for women during second stage of labor. In The Cochrane Review issue 2, dalam Lamaze Institute for Normal Birth. (2003). Care practices that promote normal Birth #5: Non-supine (e.g., upright or side lying) positions for birth. Lamaze International. Diambil pada pada tanggal 3 Maret 2007 dari www.lamaze.org
Reeder, S.J., Martin, L.L., & Koniak-Griffin, D. (1997). Maternity nursing: family, newborn, and women’s health care. 18th ed. Philadelphia: Lippincott
Simkin, P. & Bolding, A. (2004). Update on nonpharmacologic approaches to relieve labor pain and prevent suffering. Journal of Midwifery & Women’s Health. Diambil pada tanggal 3 Februari 2007 dari http://www.medscape.com/viewarticle/494120_16
Souza, J.P., Miquelutti, M.A., Jose, G.C., & Makuch, M.Y. (2006). Maternal position during the first stage of labor: a systemic review. Reproductive Health, 3(10): 1-9
Stuebe, A.M. (2005). Second stage of birth: delivery. University Pennsylvania Health System. Diambil pada tanggal 10 Maret 2007 dari http://www.pennhealth.com/health_info/pregnancy/000135.htm
Weiss, R.E. About: pregnancy & birth. Diambil pada tanggal 3 Maret 2007 dari http://pregnancy.about.com"